0

 Kenapa percetakan uang dibatasi?


Pernah juga muncul pertanyaan dari masyarakat begini, “kenapa negara tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk membayar utang yang sudah menggunung”. Itu adalah cara berpikir umum dari orang awam tentang uang, bahwasanya sangat gampang untuk melunasi utang negara dengan mencetak uang sebanyak-banyaknya. Namun, dalam sebuah sistem moneter, tentu mencetak uang tidak bisa dilakukan sesukanya, karena namanya sudah ‘sistem’ tentu akan ada aturannya.

Sederhananya begini, jumlah uang yang dicetak oleh negara tentu akan disesuaikan dengan kondisi ekonomi, dan jumlah ini juga yang akan mempengaruhi nilai mata uang itu sendiri, dan mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Mencetak uang diselaraskan dengan kondisi ekonomi adalah prinsip keseimbangan, artinya jangan sampai uang yang beredar berlebih ataupun kurang di perekonomian guna mempertahankan iklim dan kondisi ekonomi makro mikro yang telah berjalan.

Artinya, kebijakan mencetak uang ataupun mengurangi peredaran uang di sistem, pastinya akan berimbas langsung ke perekonomian yang secara langsung dipengaruhi dari nilai mata uang. Hukum penawaran dan permintaan akan berlaku, di mana ketika ternyata peredaran uang sangat melimpah di sistem, maka ini akan menurunkan nilai dari mata uang itu sendiri, yang pada akhirnya akan memicu inflasi.

Misalkan katakanlah negara X dengan 1000 penduduk, dan kemudian negara mencetak sebanyak 1 juta lembar uang, dengan pembagian yang sama, maka masing-masing orang akan memegang sebanyak 1000 lembar uang, dan akan berbelanja sebanyak hanya 1000 lembar uang itu saja. Harga barang adalah X. Seandainya negara tersebut, kembali mencetak uang sebanyak 1 juta lembar, maka masing-masing orang akan pegang 2000 lembar. Dengan lebih banyak uang di tangan, keinginan konsumsi akan bertambah, dan ini akan membuat harga barang menjadi X+ atau lebih mahal dibandingkan sebelumnya.

Kenapa negara tidak mencetak uang untuk membayar utang?

Jawabannya sudah sangat jelas sebagaimana diuraikan secara sederhana di atas, mencetak uang akan membuat jumlah uang yang beredar di perekonomian melimpah lebih dari normal, dan kembali ke hukum penawaran dan permintaan, ketika supply melimpah sementara permintaanya tetap atau bahkan berkurang, maka cenderung membuat harga barang tersebut turun.

Dalam sistem ekonomi moneter, mencetak uang tambahan hanya akan memicu inflasi. Uang banyak beredar, memicu permintaan belanja lebih dari biasanya. Ketika permintaan akan barang tinggi sementara persediaan terbatas, maka barang akan naik. Ketika barang naik, nilai uang akan terkikis. Misalkan sepiring martabak manis di kota Jakarta 10 tahun yang lalu dijual seharga Rp 5000, namun sekarang sekarang ini harganya mencapai Rp 50000, artinya terjadi kenaikan sebanyak 10 x lipat selama kurun waktu 10 tahun.

Inflasi atau kenaikan harga-harga barang secara umum, tentu akan sangat memberatkan masyarakat terutama menengah ke bawah apalagi masyarakat miskin. Karena sebelumnya mereka sudah kesulitan membeli, inflasi akan semakin menambah kesulitan sebelumnya. Akibatnya, masyarakat menengah ke bawah jadi miskin, dan masyarakat miskin bertambah miskin. Kesenjangan kondisi ekonomi ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena bisa melahirkan kecemburuan yang pada akhirnya membuat crash di sosial masyarakat.

Kesulitan keuangan tentu bisa membuat orang stress, dan besar kemungkinan membuat mereka berpikir pendek, yaitu dengan jalan melakukan tindak kriminal seperti pencurian, perampokan, pemalakan, dan lain sebagainya. Itu adalah akibat yang terlihat secara jangka pendek. Jangka panjangnya, tentunya turunnya sumber daya manusia akibat ketidakmampuan mereka mengakses segala sumber daya untuk dirinya karena mahal, misalkan pendidikan yang lebih baik, layanan kesehatan yang memadai, dan lain sebagainya.

Post a Comment

 
Top