Pada sistem nilai mata uang mengambang atau yang dikenal dengan floating rate, pergerakan nilai mata uang akan ditentukan oleh besarnya penawaran dan permintaan di pasar, tidak ada intervensi sama sekali dari pemerintah; dalam hal ini bank sentral, untuk mempengaruhi nilai tukar. Namun pada kenyataannya yang terjadi, walaupun dasarnya sistem floating rate, dalam kondisi-kondisi perekonomian tertentu, intervensi tetap dibutuhkan agar pergerakan nilai tukar tidak membahayakan sekaligus dapat mendorong perekonomian negara sesuai dengan target yang diharapkan.
Adapun intervensi terhadap nilai tukar mata uang domestik yang dilakukan oleh negara antara lain:
- Menaikkan atau menurunkan suku bunga
Ketika inflasi tinggi dan semakin tinggi, seperti yang saat ini sedang melanda negara Amerika Serikat, dengan inflasi tingkat sebesar 8.3% mendekati level tertinggi 40 tahun terakhir. Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi secara terus menerus untuk rentang periode tertentu. Ini terjadi akibat ekonomi yang terlalu 'panas' membuat harga barang terus naik karena konsumsi dan tingginya permintaan.
The Fed selaku bank sentral mengambil kebijakan untuk menaikkan suku bunga. Sampai dengan bulan Mei ini, The Fed telah menaikkan 2x suku bunga, sebesar 25 bps dan 50 bps, bahkan untuk pertemuan dewan gubernur bank sentral berikutnya, direncanakan untuk kembali menaikkan suku bunga sebesar 50 bps s/d. 75 bps.
Tak ayal ini membuat US Dolar semakin hari semakin menguat, karena dengan kenaikan suku bunga, kecenderungan menabung masyarakat menjadi tinggi, bisnis enggan untuk mengambil kredit harus membayar biaya pinjaman yang lebih mahal. Alhasil uang masyarakat terserap ke perbankan, dan peredaran uang menjadi berkurang di perekonomian. Dengan supply uang yang berkurang, maka nilai mata uang menjadi naik, inflasi dapat diredam sampai pada target yang diharapkan oleh negara. - Printing money atau mencetak uang
Kebijakan lainnya yang dilakukan oleh negara untuk mengintervensi mata uangnya adalah dengan mencetak uang untuk membuat uang berlimpah di perekonomian. Ini sebenarnya kebijakan yang tidak populer dan jarang dilakukan, tapi pada beberapa kasus ini terjadi misalkan di Tiongkok, tapi uang yang dicetak bukan untuk diedarkan ke masyarakat, namun untuk membiayai proyek-proyek pemerintah, atau misalkan wacana cetak uang yang sempat digulirkan di Indonesia untuk meredam efek dari Covid-19.
Atau jika Anda pernah tau hyper inflasi yang melanda negara Venezuela, penyebabnya adalah negara kebanyakan mencetak uang dan membatasi penggunaan mata uang asing terlebih USD dengan tujuan mengendalikan nilai mata uangnya. Tapi kebijakan cetak uang kebablasan dan akhirnya membuat negara tersebut mengalami inflasi yang sangat parah sampai-sampai negara tersebut harus beberapa kali melakukan kalibrasi nilai mata uang untuk mengendalikan inflasinya. Nah, mencetak uang tentunya akan membuat jumlah uang yang beredar di masyarakat menjadi berlimpah, kembali ke hukum supply demand, maka ini akan membuat nilai mata uang menjadi turun. - Membeli atau menjual obligasi
Cara lain negara mengintervensi nilai mata uangnya adalah dengan menjual atau membeli kembali obligasi pemerintah. Obligasi adalah surat pengakuan utang, di mana investor akan mendapatkan bunga yang disebut kupon secara rutin, dan pokok akan dikembalikan pada saat obligasi jatuh tempo. Umumnya obligasi memiliki jangka panjang, bahkan ada yang sampai 30 tahun.
Ketika negara menawarkan obligasi, maka ini akan membuat uang di masyarakat masuk kembali ke sistem, dan sehingga jumlah uang di masyarakat menjadi berkurang, pada akhirnya mata uang akan mengalami kenaikan nilainya. Sebaliknya, ketika negara membeli kembali obligasinya, maka uang akan keluar dari sistem perbankan, dan beredar kembali di masyarakat, dan ini akan membuat mata uang akan melemah. - Menaikkan atau menurunkan batas cadangan minimum
Ketika Anda menabung uang di bank, tidak semua uang Anda ini akan disalurkan kembali menjadi kredit ke masyarakat atau bisnis. Ada cadangan minimum wajib yang harus ada di letakkan brankas bank atau di simpan di bank sentral. Ini untuk memastikan bank memiliki dana yang cuikup untuk penarikan nasabah. Tabungan sifatnya jangka pendek, sementara kredit sifatnya jangka panjang, artinya bank harus punya persediaan uang cukup untuk melayani penarikan atau memenuhi kewajiban likuiditasnya, dan inilah yang disebut dengan cadangan minimum wajib.
Negara mengintervensi nilai mata uang bisa dilakukan lewat kebijakan ini. Dengan menaikkan cadangan minimum wajib, maka jumlah kredit yang dapat disalurkan tentu akan sedikit, dan sehingga uang tidak membanjiri pasar, membuat nilai mata uang cenderung menguat. Sebaliknya ketika cadangan minimum wajib diturunkan, maka bank punya lebih banyak uang untuk dipinjamkan ke masyarakat atau bisnis, yang pada akhirnya akan membuat jumlah uang beredar di perekonomian lebih tinggi.
Post a Comment